Minggu, 09 Juli 2017

Agama, Pendidikan dan Problematika Penerimaan Siswa Baru



by.Syamsuddin Arfah

Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan dia berkata: “Hai manusia, kami telah diberi pengertian tentang burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu karunia yang nyata”. (An-Naml :16)

Ayat diatas menceritakan tentang Nabi Sulaiman yang memiliki kerajaan dan kekuasaan yang luas disertakan bala tentara dari manusia, jin dan burung-burung. Sebelumnya Allah menawarkan kepada Sulaiman tiga tawaran: pertama, kerajaan dan kekuasaan kedua, harta dan kekayaan dan ketiga, ilmu. Dari tiga tawaran yang Allah berikan, Nabi Sulaiman memilih ilmu dan tentunya ilmu selain pilihan yang tepat juga beralasan, karena apalah artinya kerajaan dan kekuasaan jika tidak berilmu maka orang lain yang akan mengatur dan mengintervensi kerajaan dan kekuasaannya, begitu juga dengan harta dan kekayaan jika tanpa ilmu akan dibodohi dan ditipu orang, tetapi dengan ilmu kerajaan bisa diperoleh serta harta dan kekayaan bisa dicapai.

Berbicara tentang ilmu dan pendidikan sesungguhnya berbicara tentang peradaban, karena ciri peradaban maju adalah memiliki pendidikan dan tekhnologi yang tinggi, jika pendidikan itu tinggi menunjukan masyarakatnya sejahtera, karena tingginya tingkat pendidikan adalah indikasi dari tingginya tingkat kesejahteraan.
Islam pernah mencapai peradaban yang cukup tinggi dalam bidang sains dan tekhnologi, jika kita kembali menengok kepada masa lalu disaat dinasti kerajaan-kerajaan Islam masih menguasai kawasan Eropa, Asia Tengah, dan Afrika, di mana saat itu kaum muslim justru menjadi role model penemuan sejumlah teknologi maupun pemikiran yang kemudian menjadi dasar-dasar pengembangan teknologi selanjutnya. Para ilmuwan muslim jutru menjadi pelopor, bukan hanya menjadi pemakai pasif. Kejayaan para ilmuwan muslim itu terjadi ketika Eropa sedang dilanda dengan apa yang dinamakan ‘abad kegelapan’ (dark ages), yaitu dimulai sejak jatuhnya kekaisaran Romawi terakhir, Romulus Augustus, yang diberhentikan Odoacer pada 4 September 476M. Di masa dark ages itu Eropa sebenarnya memiliki sejumlah ilmuwan, cendekiawan, sastrawan, dan sosok-sosok yang berkompetensi dalam bidangnya. Hanya saja, dominasi serta campurtangan otoritas keagamaan membuat mereka terkungkung sehingga kalah maju dengan para pakar muslim yang mendapatkan kesempatan penuh dari para khalifah yang berkuasa. Kita tidak perlu larut dan hanyut  dengan bernostalgia dari memori masa lalu, lebih baik bangkit,  menata dan memperbaiki kembali pendidikan kita.

Saya ingin masuk pada kondisi  kekinian, saat ini pemerintah Kota Tarakan bersama Dinas Pendidikan dan  sekolah-sekolah sedang disibukkan dengan penerimaan siswa baru, penerimaan siswa baru adalah bagaikan “musim” yang datang setiap tahun, sejak diterapkan PPDB (Paparan Penerimaan Siswa Baru) dengan system online 1-2 tahun yang lalu dengan cara transparan tentunya dapat dipantau disemua lapisan masyarakat. Dengan system online tentu lebih feer. Pejabat-pejabat daerah baik pejabat karir maupun pejabat politik ( Walikota dan Wakilnya serta DPRD) menjadi “tidak” kebanjiran order “titipan” yang datangnya dari masyarakat dan orang tua siswa agar memasukan anaknya kesekolah-sekolah negeri, ada juga yang ingin dimasukan disekolah pavorit.

Masyarakat atau orang tua siswa memahami bahwa system online meminimalkan celah untuk bisa memasukan siswa lewat jalur belakang, tetapi bukan berarti tidak-ada yang tidak datang lagi, ada orang tua siswa yang tetap berharap peran serta para pejabat politis ini untuk bisa menggiring agar anak atau siswa bisa masuk disekolah negeri. Yang menjadi ironi adalah, kerika beberapa diantara mereka yang datang secara ekonomi tidak beruntung, kerja terkadang serabutan, tetapi tidak memiliki kartu Gakin (keluarga miskin), nilai kelulusan anaknya juga rendah, tetapi keinginan untuk mengincar sekolah negeri, dengan alasan jika sekolah swasta pembayaran tidak gratis, dan uang muka untuk tingkat level ekonomi mereka teramasuk kategori “mahal”.

Para pejabat politik termasuk DPRD terkadang berperan seperti “kartu joker” atau “kunci inggris” semua harus bisa diselesaikan demi kepentingan konstituen. Ironis emank banyak anak-anak pinggiran tinggal di daerah padat, orang tua berpenghasilan pas-pasan kalah bersaing untuk masuk sekolah negeri dengan orang tua mereka yang lebih mapan penghasilannya, alasannya klasik mereka terlalu difocuskan dengan mencari uang, sehingga tidak ada waktu untuk memperhatikan pendidikan anak, disamping itu juga mereka tidak ada dana untuk mengikutkan les atau privat tambahan.

Timbul pertanyaan apakah ada dikotomi terhadap pendidikan, bukankah semua anak negeri wajib untuk mengenyam pendidikan, mereka adalah aset bangsa, mereka adalah calon pemimpin akan datang, mereka hari ini adalah peradaban kita masa depan. Bukankah Negara wajib membiayai mereka?

Pendidikan merupakan pembangunan manusia seutuhnya secara harmonis dan seimbang. Karena itu pendidikan nasional merupakan infrastruktur pengembangan SDM untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1954. Menurut pasal 31 ayat 1 dinyatakan bahwa setiap warga Negara berhak memperoleh pendidikan. Kemudian pasal 31, ayat 2 menyatakan bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainnya.

Pada hari rabu, tanggal 05 Juli 2017 bertempat di kantor DPRD, diadakan public hearing antara DPRD Komisi II yang membidangi pendidikan, Pemerintah Kota bersama Dinas Pendidikan dan sebagian perwakilan orang tua siswa. Ada beberapa hal yang menjadi catatan dan analisa saya terkait dinamika problematika pendidikan serta penerimaan siswa baru, walaupun tidak secara detail, tetapi beberapa hal yang bersifat global akan saya tuangkan melalui tulisan ini:

1.       Lemahnya culture pendidikan, mindset pendidikan disebagian besar masyarakat masih kurang, cara pandang bahwa pendidikan itu penting belum masuk dalam benak dan pikiran masyarakat, ini berdampak terhadap orang tua siswa yang sekedar hanya menyekolahkan anaknya saja, tanpa ada kontrol, serta evaluasi dari orang tua ketika siswa sudah berada dirumah.

2.       Laju pertumbuhan penduduk setiap tahunnya dikisaran 2-3%  dari jumlah total penduduk Kota Tarakan saat ini 250.000 jiwa. Dan imigrasi dari daerah lain yang berdatangan ke Kota Tarakan, ditambah untuk wilayah Kalimantan utara, Tarakan menjadi destinasi pendidikan. Mari kita analisa data lulusan SD 2016/2017 = 4.071, Kuota SMP/MTS Negeri = 3.356 dan Kuota SMP/MTS Swasta = 1.164 jumlah Kuota keseluruhan ketika digabung negeri dan swasta = 4.520. Berdasarkan pada data ini jika keinginan orang tua untuk memasukan anaknya kesekolah negeri tentu kuota itu sangat tidak cukup, laju pertumbuhan penduduk tidak berbanding lurus dengan sekolah-sekolah tingkat lanjutan yang bisa menampung para siswa yang berkeinginan untuk bersekolah di sekolah negeri (sekolah negeri minded). Jika plan pembangunan sekolah tidak berjalan dengan baik bisa dipastikan problema penerimaan siswa baru akan berlanjut disetiap tahunnya.

3.       Moratorium penerimaan Guru Negeri belum dicabut semenjak 2 tahun yang lalu, ini menyebabkan terjadi kekurangan guru, belum lagi para guru setiap tahunnya dipastikan ada yang pensiun, ada yang meninggal, bahkkan ada yang cacat dan sakit. Menambah lokal baru menjadi problem sendiri, walau dibeberapa sekolah masih ada yang tersedia ruang belajar yang kosong, darimana penambahan guru-gurunya yang mengajar?, merekrut guru-guru honorer juga menjadi kesulitan tersendiri, mengapa? Karena APBD juga dalam kondisi yang minim untuk operasional pendidikan,  mengandalkan dana BOS (biaya operasional sekolah) tentu ada aturannya, dimana penggunaan dana BOS dari APBN tidak  lebih dari 15% untuk operasional.

4.       Pendataan keluarga miskin untuk mendapatkan kartu Gakin masih belum valid, subyektivitas RT dalam mendata serta memberi dengan kriteria yang ada sebagai keluarga yang layak untuk mendapatkan kartu Gakin masih perlu uji kelayakan dimasyarakat. Masih ditemukan yang tidak layak kategori miskin tetapi mendapat kartu Gakin, sedang ada yang termasuk kategori miskin tetapi tidak terdata, walaupun Kuota masyarakat miskin untuk setiap sekolah diberikan sebesar 25%.

5.       Dan lain-lain.

Berdasarkan pada analisa tadi, beberapa hal urgent untuk menjadi perhatian oleh pemerintah, pemerhati pendidikan, stakeholder pendidikan, akademisi, dan seterusnya, sebagai berikut:

1.       Membangun culture pendidikan, menjadikan paradigma masyarakat terhadap pendidikan itu penting, memprioritaskan pendidikan dalam pembangunan masyarakat. Kita semua paham untuk membangun budaya pendidikan tentunya memakan waktu yang tidak sebentar, promosi serta pemahaman “arti penting pendidikan” yang terus menerus. Dan jika budaya pendidikan mengakar dipastikan kemajuan daerah kedepannya akan berkembang pesat. Perhatian pemerintah untuk membangun budaya pendidikan harus linear dan bersinergi dengan membangun ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, memerangi dan mengentaskan kemiskinan, serta meminimalkan pengangguran dan juga membuka lapangan pekerjaan.

2.       Plan (perencanaan) pembangunan sekolah yang berbasis kecamatan harus segera dijalankan, agar laju pertumbuhan penduduk berbanding lurus dengan pembangunan sekolah.

3.       Merekrut tenaga pendidikan yang handal agar kompetensi tenaga pendidikan bisa diandalkan , baik guru dan lain sebagainya, dan juga agar rasio siswa dan guru serta ruang belajar menjadi seimbang.

4.       Pendataan keluarga miskin dilakukan secara kriteria yang valid dan obyektif, serta memastikan agar tidak ada orang miskin yang tidak menerima kartu Gakin.

 Lalu dimana peran swasta dalam mencerdaskan anak bangsa? Yayasan pendidikan swasta diminta berpartisipasi dalam mencerdaskan anak bangsa tetapi yang harus dipikirkan oleh pelaku pendidikan (termasuk yayasan dan pengelolah sekolah swasta) adalah kualitas dan mutu pendidikan, tidak ada kata lain kecuali mutu out put harus tercapai. Bila mutu out put tercapai berdampak terhadap tingkat kepercayaan masyarakat. Beberapa waktu yang lalu juga dikembangkan “Total Quality Manajemen In Educatioan” (manajemen mutu terpadu dalam pendidikan). Ibarat menu masakan memberikan tawaran dan alternative lain kepada pelanggan (masyarakat), selain dari sekolah negeri ada sekolah swasta yang tidak kalah kualitasnya, mutunya serta alternatif konsep model pendidikan berbeda yang ditawarkan dengan spesifikasi serta keunggulan yang berbeda, seharusnya inilah idealnya.

Berdasarkan data yang saya terima untuk lulusan SD dengan nilai tertinggi dan terbaik untuk peringkat 1 dan 2 dipegang oleh swasta (Sekolah SD Indo Tionghoa dan SDIT Ulul Albab). Untuk tingkat SMP dengan nilai tertinggi dan terbaik juga masih di pegang oleh swasta, yaitu : Indo Tionghoa, Tunas Kasih, SMP Neg.1 dan SMPIT Ulul Albab. Ini berarti kualitas sekolah swasta dan sekolah negeri menjadi berimbang, bahkan disekolah swasta saat ini menjadi destinasi orangtua untuk memasukan anaknya ke sekolah tersebut, bahkan informasi yang didapatkan sekolah-sekolah swasta tersebut menolak siswa karena melebihi dari kuota kelas yang tersedia. Harapan kita agar sekolah swasta yang lain mengembangkan diri untuk meningkatkan kualitas sekolahnya.

Memang jika mambahas pendidikan, panjang dan luas tentu di forum “opini dan artikel” ini tidak cukup tuntas untuk membahas secara detail dan rinci, tetapi menurut hemat saya ada beberapa hal yang perlu kita benahi, komitmen politik Pemerintah dan DPRD belum cukup kuat padahal ini menjadi penentu terhadap kebijakan regulasi dan kebijakan buggeting, birokrasi dan manajerial yang tidak efektif contoh: penentuan beasiswa miskin terkadang penyalurannya tidak tepat sasaran, bahkan indicator keluarga dan siswa miskin terlalu banyak sehingga bingung dalam penerapan dilapangan serta indicator mana yang harus dipakai, sosial-kultur juga menjadi persoalan sendiri, dimana masih kurang kesadaran dari masyarakat terhadap arti penting pendidikan sehingga mempengaruhi terhadap perhatiannya terhadap pendidikan (sibuk pada penerimaan siswa baru, inginnya masuk sekolah negeri yang bermutu tetapi tidak mau mengikuti pada proses pendidikan anak), terakhir factor ekonomi, jika ekonomi masyarakat baik, pendapatan masyarakat meningkat tentu beberapa persoalan diatas bisa diminimalkan.

Allahu a’lamu bis-shawab
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar