Sabtu, 29 Juli 2017

ARAHAN DEWAN PEMBINA JSIT INDONESIA

Dr Fahmi Alaydrus, S. Psi., M.Ed., M. Eng.

(وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا)
[Surat An-Nisa' 9]

Hendaklah ayat ini selalu terngiang dlm telinga aktifis dakwah berbasis pendidikan utk selalu bersemangat mendidik, mengajarkan Al quran & mensucikan jiwa sbg kelanjutan misi besar para rasul.

1. istijabah rabbaniyah (respon rabbani)  utk melanjutkan estafet dakwah para rasul
2. berupaya mengulang sejarah keemasan Islam Tidak ada jalan lain bagi kaum muslimin utk kembali bangkit kecuali dg jalan yg rabbani.

Palestina adalah pusat peradaban kita, krn dr situlah Rasul menerima perintah yg mulia.  Kecintaan dan pembelaan kita thdp Palestina tdk boleh mengalahkan kecintaan kita kpd negeri Indonesia. Negeri ini warisan para ulama, maka kitalah yg paling berhak utk cinta & berjuang demi kejayaan negeri ini.

Pembelaan trhdp Palestina karena didasari UUD 1945 yg menolak penjajahan di atas dunia.

Fitnah zaman anak2 kita melalui berbagai macam keburukan (terutama narkoba & pornografi) menjadikan dakwah berbasis pendidikan ini menghadapi tantangan yg sangat hebat.

orientasi SIT adlh "waj'alna lil muttaqina imama (dan jadikanlah kami pemimpin bagi org2 muttaqin"

tidak bisa tidak, pengelola, kepala sekolah, guru, pelatih, konsultan untuk menjadi :

1. Qudwah (panutan)
2. Jiddiyyah (sungguh-sungguh)
3. Meningkatkan kualitas diri agar proses pendidikan kita efektif
4. Amal jama'i (mampu bekerja sama & membuat jaringan yg baik)

alhamdulillah sejak 2003 dideklarasikan SIT berkembang pesat. Tidak ada niat lain utk mengembangkan pendidikan ini kecuali dlm rangka melahirkan generasi rabbani


Tetaplah istiqomah dan bersabar dalam menjalankan amanah ini.

Lombok, 27 Juli 2017
Munas JSIT Indonesia IV

Jumat, 28 Juli 2017

Rp 29.589.800,00 dari SDIT Ulul Albab Tarakan Untuk Palestina

Alhamdulillah...Dana kemanusian peduli palestina terkumpul selama 2 hari ini( selasa- Sabtu, 25 sd 29 juli 2017). Sebesar Rp 29.589.800,00 + 1 buah gelang emas. Insya Allah dana ini akan langsung disalurkan oleh JSIT pusat kepada saudara kita di bumi Palestina.

Terima Kasih Kepada Seluruh Orang tua Siswa/ Siswi SDIT Ulul Albab Tarakan atas Donasi yang diberikan semoga dana yang terkumpul ini memberikan manfaat kepada saudara-saudara kita di Palestina.
 


SDIT ULUL ALBAB TARAKAN :SELAMAT & SUKSES MUNAS 4 JSIT

SDIT Ulul Albab Tarakan mengirim 3 Perwakilan dalam Musyawarah Nasional Jaringan Sekolah Islam Terpadu ke 4 yang diselengarakan di lombok(NTB) 27-30 Juli 2017.

Kepala Sekolah SDIT Ulul albab Tarakan mengucapkan "Selamat dan Sukses MUNAS  4 JSIT"

Kepala Sekolah SDIT Ulul Albab Tarakan Mengharapkan kepada 3 Perwakilan (Ustadz Syarif, Ustadzah Asni, dan Ustadzah Siti) yang mengikuti MUNAS ke 4 JSIT bisa berbagi semangat dan ilmu yang di dapat selama berada disana.

Redasi by Humas SDIT Ulul Albab Tarakam

Kamis, 13 Juli 2017

Berbaris,Bedoa,Berinfaq Mengawali pagi

 Siswa SDIT di dampingi Ustadzah Berbaris,dan mengucapkan janji pelajar Islam di depan kelas.










Siswa berdoa sembelum memuliai aktivitas belajar
                                 siswa siswi berifaq pagi




                                                                    



Rabu, 12 Juli 2017

Halal Bi Halal SDIT




Shalat DUHA Mengawali Pagi

Siswa SDIT Ulul Albab mengawali pagi dengan shalat Duha berjamah sebagai sarana pembelajaran bagi siswa dan siswi dalam meningkatkan ketaqwaan Kepada Allah SWT




Salah Diagnosis, Salah Obat

Syamsuddin Arfah

“Oleh sebab wujudmu belum masak, Kau menjadi hina terlempar. Oleh sebab tubuhmu lunak, Kaupun dibakar orang, Jauhilah ketakutan, duka dan musuh hati, Jadilah kuat seperti batu. jadilah intan.” (Dr. moh. Iqbal)

Pada 17 agustus 1951, hanya 6 tahun setelah kemerdekaan RI, M. Natsir melalui sebuah artikelnya yang berjudul: “Jangan berhenti tangan mendayung, Nanti Arus membawa Hanyut”.

“ Dahulu mereka girang gembira, sekalipun hartanya habis, rumahnya terbakar, dan anaknya tewas dimedan pertempuran, kini mereka muram dan kecewa sekalipun telah hidup dalam satu Negara yang merdeka, yang mereka inginkan dan cita-citakan sejak berpuluh dan beratus tahun yang lampau…semua orang menghitung pengorbanannya, dan minta dihargai…sekarang timbul penyakit bakhil. Bakhil keringat, bakhil waktu dan merajalela sifat serakah….tak ada semangat dan keinginan untuk memperbaikinya. Orang sudah mencari untuk dirinya sendiri, bukan mencari diluar dari dirinya…”

M.Natsir melanjutkan:

“Dinegara kita, penyakit cinta dunia yang berlebihan itu merupakan gejala baru, tidak kita jumpai pada masa revolusi, dan bahkan pada masa orde lama (kecuali sebagian kecil elite masyarakat). Tetapi gejala yang “baru” ini, akhir-akhir ini terasa amat pesat perkembangannya, sehingga sudah menjadi wabah dalam masyarakat. Jika wabah ini dibiarkan berkembang  terus malah bukan saja umat Islam akan dapat mengalami kejadian yang menimpa Islam di spanyol’, tetapi  bagi bangsa kita pada umumnya akan menghadapi persoalan social yang cukup serius,”.

Menurut Buya Hamka, seorang dihargai karena pribadinya:

“Dua puluh ekor kerbau pedati, yang sama gemuknya dan sama kuatnya, sama pula kepandaiannya menghela pedati, tentu harganya tidak pula berlebih kurang. Tetapi 20 orang manusia yang sama tingginya, sama kuatnya, belum tentu sama “harganya”, sebab bagi kerbau tubuhnya yang berharga. Bagi manusia, pribadinya. Berilmu saja, walaupun bagaimana ahlinya dalam suatu jurusan, belum tentu berharga, belum tentu beroleh kekayaan dalam hidup, kalau sekiranya bahan pribadinya yang lain tidak lengkap, tidak kuat, terutama budi dan akhlak.”

Beberapa waktu yang lalu kita mendengarkan  kebijakan yang digulirkan dari Kementerian Pendidikan tentang “wacana” hari belajar 5 hari dalam sepekan. Serta akan dianulirnya pendidikan agama, walaupun kebijakan ini dalam bentuk wacana tidak jadi diterapkan tetapi tentang ingin dihilangkannya pendidikan agama pada sekolah, membuat kita mengelus dada. Muhadjir Effendy dalam rapat kerja dengan komisi X DPR RI di Jakarta, Selasa (13/6/17), dilansir Tribunnews.com mengatakan: “meski meniadakan pelajaran agama di kelas, sekolah masih bisa memberikan pendidikan agama dengan mengajak siswa ke rumah ibadah. Alternatif lain adalah mendatangkan guru madrasah ke sekolah”.

Pendidikan agama di sekolah terlebih pada sekolah umum, bukan saja pada sedikitnya jam yang tersedia untuk pelajaran agama, sehingga tidak memadai untuk memahami komprehensif serta universalnya ajaran agama pada kehidupan, dua jam pelajaran terlalu kecil untuk bisa mengetahui lebih dalam pendidikan agama yang begitu luas, apalagi agama sebagai  acuan pembentukan karakter, moral dan adab bagi anak didik atau siswa.

Problem lain adalah terjadi dikotomi antara ilmu umum dan ilmu agama, padahal dalam filsafat pendidikan Islam, sumber ilmu itu  dari Allah, yang diturunkan kepada manusia sebagai modal menjalankan kekholifahan di muka bumi ini, memisahkan agama dari ilmu itu sebagai penyebab kerusakan dan kehancuran. Pemisahan pendidikan agama dengan pendidikan umum itu menunjukan terjadinya liberalisasi dalam pemikiran, konsep dan aktivitas kehidupan kita.

Berbicara tentang pendidikan agama di sekolah, tentu tidak terlepas kita membahas tentang “guru agama” sebagai ujung tombak penyampai ajaran agama ini kepada siswa di sekolah, hal yang harus diperkuat bagi seorang guru adalah pada keilmuan serta pada wawasan keagamaannya, jika keilmuan seorang guru “dalam”, serta wawasannya terhadap agama dan pengetahuan yang lain juga “luas”, hal itu akan membantu siswa untuk bisa mengkorelasikan antara ilmu dan amal, mengintegrasikan antara ranah  konsep dan wilayah praktek, menjembatani antara antara Islam yang rahmah dan umat Islam yang ramah, atau lagi yang saya anggap penting ketika berbicara atau membahas tentang guru agama adalah, pada performa (penampilan) yang elegant, indah dan rapi dalam pandangan mata, serta menampilkan simat (identitas) keislaman dan keteladanan. Jika hal ini dimiliki oleh guru agama, tentu akan menjadi pesona serta magnet yang besar bagi siswa, hal itu akan memunculkan minat dan keinginannya dalam mendalami agama.

Ketika aspek guru agama ini sudah diperkuat, lalu kita masuk untuk menganalisa pada buku-buku pelajaran agama baik tingkat SD, SLTP, SLTA serta Perguruan Tinggi, akan kita dapati kurikulum yang simple dan sangat sederhana, tentu kurikulum ini tidak akan mencukupkan kepada siswa terhadap kebutuhan keberagamaan mereka, maka langkah selanjutnya adalah membenahi kurikulum pendidikan agama di sekolah. 

Pendidikan agama bagi kehidupan agama sangatlah penting dalam kehidupan manusia.

 Demikian pentingnya agama dalam kehidupan manusia, sehingga diakui atau tidak, sesungguhnya manusia sangatlah membutuhkan agama dan sangat dibutuhkan agama oleh manusia. Tidak saja dimasa premitif dulu sewaktu ilmu pengetahuan belum berkembang tetapi juga dizaman modern sekarang sewaktu ilmu dan tekhnologi telah demikian berkembang maju dan pesat.

Agama merupakan sumber moral manusia sangatlah memerlukan akhlak atau moral, karena moral sangatlah penting dalam kehidupan. Moral adalah kemestian hidup yang membedakan manusia dari hewan. Manusia tanpa moral pada hakekatnya adalah binatang dan manusia yang membinatang ini sangatlh berbahaya, ia akan lebih jahat dan lebih buas dari pada binatang buas sendiri.

Tanpa moral kehidupan akan kacau balau, tidak saja kehidupan perseorangan tetapi juga kehidupan masyarakat dan Negara, sebab soal baik buruk atau halal haram tidak lagi dipedulikan orang. Dan kalau halal haram tidak lagi dihiraukan. Ini namanya sudah machiafellisme. Machiafellisme adalah doktrin Machiavelli “tujuan menghalalkan cara kalau betul ini yang terjadi, biasa saja kemudian bangsa dan negara hancur binasa.”

Achmad Syauqi, 1868-1932 seorang penyair arab mengatakan

 “bahwa keberadaan suatu bangsa ditentukan oleh akhlak, jika akhlak telah lemah akan lenyap pulalah bangsa itu”.

Dalam kehidupan sering kali moral melebihi peranan ilmu, sebab ilmu adakalanya merugikan.”kemajuan ilmu dan tekhnologi mendorong manusia pada kebiadapan”.

Demikian dikatakan oleh  Prof. Dr. Alexis Carrel seorang sarjana Amerika penerima hadiah nobel 1948 “moral dapat digali dan diperoleh dalam agama, karena agama adalah sumber moral paling teguh. Nabi Muhammad Saw diutus tidak lain juga untuk membawa misi moral, yaitu untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”

Baru saja kita mengelus dada dari kebijakan seorang Menteri Pendidikan, muncul lagi keinginan dari Kementerian Pendidikan untuk mengawasi “Rohis” (bimbingan rohani Islam) di sekolah-sekolah, dengan alasan untuk meminimalkan masuknya paham-paham radikal di sekolah-sekolah, yang ditenggarai sebagai pintu masuk paham radikalisme yang menjadikan obyek dan sasarannya adalah para siswa, apa benar analisa kementerian pendidikan tersebut diatas?. Jangan sampai salah analisis, salah mendiagnosis maka salah juga memberikan obat dan terapy. Rohis adalah kegiatan ekstra kurikuler selain sebagai sarana tambahan bagi siswa dan sekolah untuk menambah pelajaran agama, yang jam pelajarannya dianggap sangat kurang. Rohis juga sebagai sarana untuk praktek terhadap amaliyah agama dan juga meningkatkan spiritual siswa. Lalu apa yang harus dilakukan oleh sekolah terhadap Rohis ini, sekalian melegitimasi dan melegalkan keberadaannya, serta   menjadikan “Islamic worldview” (memberikan pemahaman Islam yang benar sesuai syariat berdasarkan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dan memunculkan paradigma “Islam yang rahmah dan ramah”).

Setali tiga uang, Prof Muh Nasir (Menristek Dikti) mengatakan: bahwa para mahasiswa wajib terlebih dahulu menimba ilmu pengetahuan sains dan tekhnologi dibandingkan ilmu pengetahuan agama.

“Di semester awal, saya himbau kepada seluruh rector se-Indonesia untuk mengenalkan terlebih dahulu pengetahuan sains dan tekhnologi."

 Sementara mata kuliah agama diberikan di semester-semester akhir saja, karena itu tidak terlalu penting, “ujarnya. Hal itu di sampaikan pada kehadiran dalam Deklarasi Anti Radikalisme.

Salah satu tugas Pendidikan Tinggi yang penting adalah melakukan penguatan terhadap metode dan system keilmuan Islam. Dan pada saat yang sama melakukan kajian yang serius terhadap pemikiran-pemikiran Islam, untuk diletakkan dan dinilai dalam perspektif Islamic Worldview.

Kecenderungan memisahkan ilmu dari amal dalam study Islam, serta mendikotomikan antara ilmu umum dan ilmu agama adalah laksana jasad tanpa ruh, berjalan dikegelapan tanpa pelita, menjadikan ilmuan yang cerdas tapi licik. Hal itu sangat jauh dari falsafah para pendiri bangsa dalam menetapkan tujuan pendidikan dan peradaban di Negara Indonesia. Jangan digiring pada opini yang tidak mendasar, ketakutan akan radikalisme yang masuk pada pelajar dan mahasiswa, lalu salah dalam mendiagnosis maka dipastikan salah juga memberi obat.

Allahu a’lamu bis-shawab.

Selasa, 11 Juli 2017

Penutupan MOS Tahun Pelajaran 2017/2018

   Arahan dari kepala sekolah dalam penutupan Masa Orientasi Siswa Tahun Pelajar 2017/2018. Kepala Sekolah berharap siswa/siswi baru dapat menjadi anak yang soleh dan soleha. Semoga anak senang dan bahagia bersekolah di sekolah yang kita cintai ini.
 



 Pelepasan Bad Peseta secara simbolis sebagai tanda  tanda berakhirnya MOS Tahun pelajaran 2017/2018







Kepala sekolah memberikan tanaman kepada Wali Kelas dan siswa sebagai simbol menjaga kebersamaan dalam
 
Siswa/siswi Antusias mendengar arahan Kepala Sekolah
Ustadzah membersamai siswa/dan siswi baru.

Bawalah Kami Ke Surga

@salimafillah

Selalu ada waktu yang harus terluang untuk keluarga, yang tentang mereka Allah akan mempertanyakan kepemimpinan dan bimbingan kita. Waktu yang bermutu mensyaratkan jumlah tertentu yang harus disediakan demi menyusun rasa-rasa surga di dalam rumah dan keluarga. Betapa penting ini menjadi catatan, sebab telah tertulis amanah berat di dalam firmanNya:
“Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka!” (QS At-Tahriim [66]: 6)
 Hikmah dan nasehat, kabar gembira dan teguran, teladan dan pengarahan, serta kebijaksanaan dan ketulusan, pertama-tama menjadi hak mereka sebelum siapapun yang selainnya. Maka dalam tugas dakwah awalnya pun Sang Nabi diberi perintah untuk memberikan peringatan kepada handai taulannya yang terkarib.

Keluarga dan tetangga adalah juga penyeksama terdekat dan pengamat paling jeli atas diri. Semua kesaksian mereka tentang kita sebagai bapak dan suami akan lebih berharga dari siapapun di luar sana yang hanya pengagum sekilas dalam puja dan puji. Maka tentang ini Rasulullah bersabda bahwa yang terbaik di antara para lelaki adalah yang paling baik dalam perlakuannya kepada istri dan keluarganya sendiri.

Sungguh istri dan anak adalah kesenangan hidup di dunia. Maka yang menjadi tugas hidup kita adalah mengupayakan agar kelak berkumpul kembali, bahagia di surga yang abadi.

Sungguh istri dan anak adalah titipan amanahNya. Maka kita juga ditugaskan menjaga, agar kelak saat dikembalikan, mereka sesuai dengan keadaan awalnya, yakni berada di atas fitrah sucinya.

Sungguh istri dan anak termasuk karunia paling berharga dariNya. Sudahkah tertunjukkan rasa syukur atas kehadiran mereka; di lembutnya kata dan syahdunya mesra?

Sungguh istri dan anak adalah juga fitnah dan ujian yang nyata. Dalam membersamai dan menyenangkan, akan selalu ada pergulatan antara hasrat dengan keterbatasan, keinginan dan pemahaman, cinta dan peraturan, serta hawa nafsu dan bimbingan. Di sanalah ketaatan pada Allah diguncang dan kesetiaan pada Rabb kita ‘Azza wa Jalla dicoba.

Bahagialah suami dan ayah; yang memastikan tiap suapan ke mulut istri-anak dan segala yang dikenakan, halal dan thayyib tak meragukan.

Bahagialah suami dan ayah; yang membimbing istri dan anak mengulang hafalan, mentadaburi Al-Qur`an, mengisah penuh cinta sirah Nabi dan kisah sahabat.

Berbahagialah suami dan ayah yang khusyuk menangis mendoakan keselamatan, keberkahan, serta kebaikan anak-istri dan segenap keturunan.

Bahagialah suami dan ayah; yang mengecup dengan doa perlindungan dan cinta saat istri-anaknya lelap tidur, demikian pula saat berpamit bepergian.

Berbahagialah suami dan ayah; yang bersyukur dan mentakjubi kemajuan istri dan anak dalam berkebaikan, lalu menghadirkan peluk, doa, serta hadiah sederhana.

Bahagialah suami dan ayah yang jadi kebanggaan anak-istrinya; tapi tak menumpulkan pengembangan diri mereka dalam hidup berbakti.
Tanggung jawab suami dan ayah demikian agung. Seakan saat istri dinikahi dan anak dilahirkan, mereka bertitah tegas, “Bawalah kami ke surga!”

Bahwa ada kisah Nuh dengan istri dan anak yang durhaka, itu penyadar bahwa suami dan ayah memang tiada punya kuasa atas jiwa yang dicinta. Bahwa hidayah bukan hak ayah dan suami, hatta pun dia seorang Nabi. Hanya Allah yang Maha Kuasa untuk membolak-balikkan hati. Yang kita pertanggungjawabkan memang hanya ikhtiyar kita, bukan hasilnya. Tetapi jadi naiflah ayah dan suami yang berlindung di balik nama agung Nuh dan Luth misalnya, tanpa upaya meluangkan saat berharga untuk keluarga.

Pun para istri; agunglah mereka dalam perjuangannya untuk menjadi apa yang ditaujihkan Al-Qur`an; Shalihat, Qanitat, Hafizhat. Bagi suami; mereka adalah penggenap separuh agama, penjaga ketaatan, tempat berlari dari yang haram dan keji menuju yang berkah lagi suci. Maka para istri itu tahu; untuk siapa mereka berdandan dan mempercantik diri; tersenyum dan penuh pemuliaan menyambut kepulangan.

Pada cium tangan penuh ta’zhim dan air mata yang haru, bisik mereka mesra, “Berangkatlah menjemput rizqi Allah suamiku tersayang; ketahuilah bahwa kami lebih sabar dalam berlapar daripada harus menanggung ‘adzab yang besar!”

Sumber : FB Salim Afilah

Senin, 10 Juli 2017

BAGAIMANA ALLAH MENGABULKAN DO'A HAMBA-NYA?

Alkisah,
Suatu ketika, seorang dokter spesialis syaraf terkemuka di Pakistan, terbang menggunakan pesawat kecil yang hanya berisi beberapa penumpang saja.

Di tengah penerbangan, cuaca tampak sangat mendung. Bahkan langit mendadak gelap. Awan begitu pekat ditimpali kilat yang menyambar-nyambar.

Sangat terasa turbulensi (guncangan) dalam pesawat. Tiba-tiba mesin pesawat terkena petir, yang membuat satu mesin rusak.
Pesawat pun terpaksa harus mendarat darurat. Beruntung ada sebuah bandara kecil yang dekat lokasi kejadian.

Pesawat berhasil mendarat dengan selamat. Namun ternyata bandara itu berada di wilayah pelosok yang sangat terpencil.
"Apakah kalian bisa memperbaiki pesawat ini?" tanya dokter.
Ternyata tidak ada seorangpun yang dapat memperbaiki pesawat. Jadi semua penumpang harus menunggu.

"Berapa lama kita harus menunggu di sini?" tanya dokter.
"Mungkin cukup lama," jawab pilot.
"Tapi aku harus segera tiba di kota sebelah. Sangat penting", lanjut dokter.

"Untuk ke sana, anda perlu waktu 3 jam jika naik mobil", jawab pilot.

"Oh ya. Aku akan sewa mobil saja".
Akhirnya dokter memutuskan menyewa mobil dari bandara itu untuk menuju kota tujuan.

Mobil mulai bergerak.
Namun cuaca masih tetap mendung. Langit gelap, kilat menyambar dengan kencang. Hujan pun turun, sangat deras. Seakan air diguyurkan dari langit. Sangat lebat.

Mobil pun berhenti, tidak dapat bergerak lebih jauh lagi, karena ternyata harus melewati jalan berlumpur. Air mulai membanjiri jalan tanah becek itu.

Dokter segera sadar, ia tidak bisa kemana-mana lagi.
Dalam situasi gelap, dokter melihat ada sebuah rumah kecil terletak di ujung sana.

"Kita pergi ke sana saja. Kita bisa berteduh sembari menumpang shalat. Mungkin disana juga ada makanan barang sedikit," kata dokter kepada sopir.

Mereka pun memutuskan untuk menuju rumah kecil tersebut. Lokasi rumah itu sungguh sangat terpencil dan jauh dari pemukiman penduduk lainnya.

Dokter mengetuk pintu rumah dengan perlahan. "Assalamu alaikum..."

Seorang nenek tua membukakan pintu sembari menjawab salam.

"Ada apa Nak?" tanya sang Nenek.
Dokter segera menceritakan semua yang dialami barusan.

"Sekarang kami hanya ingin menumpang shalat dan istirahat sebentar Nek. Menunggu hujan reda...." ujar dokter.

"Tidak masalah Nak, kalian boleh masuk..."
Nenek mempersilakan tamu shalat di ruang mushalla kecil di dalam rumahnya.

Di dekat ruang mushalla, tampak seorang anak kecil tengah berbaring. Tiap beberapa waktu tertentu, sang Nenek tampak gelisah menengok keadaan anak kecil itu.

Nenek lantas duduk di ruang mushalla. Ia pun berdo'a dan menunaikan shalat.

Setelah selesai shalat, dokter menyapa Nenek.

"Terima kasih banyak Nek. Kami sudah menumpang sholat di sini. Kalau boleh tahu, apa yang terjadi pada anak kecil itu"? tanya dokter.

"Itu adalah anak yatim. Ia tengah sakit parah. Aku adalah nenek dari anak ini..." jawab Nenek.

"Kami telah mengunjungi banyak dokter di daerah sini. Mereka memberitahu kami, bahwa hanya ada satu dokter spesialis yang dapat menolong anak ini..." lanjut Nenek.

"Kami sudah mencoba untuk menemuinya. Tapi mereka minta kami untuk menunggu enam bulan lagi. Tempatnya pun sangat jauh...."

"Sejak hari itu, aku selalu berdo'a kepada Allah : Ya Allah, mudahkan urusan kami. Anak ini sakit, mudahkan urusan kami ya Allah..." ujar Nenek

"Siapa nama dokter spesialis itu Nek?" tanya dokter.
"Namanya dokter Ishan...." jawab Nenek.

Mendengar jawaban itu, dokter pun langsung menangis.
"Kenapa engkau menangis, Nak?" tanya Nenek.
"Nenek, do'amu baru saja dijawab Allah. Akulah dokter Ishan yang kalian cari itu...."

"Mungkin karena do'amu, petir menyambar mesin pesawat yang aku tumpangi. Kami mendarat darurat. Lalu kami menyewa mobil. Hujan turun lagi menghentikan kami dan seterusnya kami ke sini...."

Mendengar penjelasan itu Nenek menangis terharu. Ia segera bersujud, bersyukur kepada Allah.

Subhanallah....
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Semua alam akan menuruti apapun yang Dia kehendaki untuk menyelesaikan suatu urusan. Untuk mengabulkan sebuah do'a.

Sungguh luar biasa. Seorang dokter spesialis neurologi yang sangat sulit ditemui, bahkan tidak bisa bertemu tanpa perjanjian sebelumnya. Pasien harus antri 6 bulan untuk konsultasi.

Tapi perhatikan, Allah telah menggiring dokter spesialis itu sampai ke rumah Nenek yang terpencil, dengan cara-Nya.

Allah yang menggerakkan dokter Ishan untuk mengetuk pintu rumah Nenek, masuk ke dalam, menunaikan shalat di ruang mushalla, sampai akhirnya melakukan pengobatan terhadap anak yatim yang sakit parah itu....

Subhanallah....
Maka tetaplah terus berdo'a. Yakinlah atas kekuasaan Allah Azza wa Jalla.

Sungguh, Allah Maha Mengabulkan do'a.
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
"Dan Tuhan kalian berfirman : berdo'alah kalian kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan kalian."
🌴

Dikirim oleh Ustadz Musyaffa AR, dari teman beliau.

#BARAKALLAH

Sumber : FB Hidup Mulia Diatas Sunnah

Hari Ke-2 MOS SDIT Ulul Albab Tarakan

Mengawali kegiatan pada pagi hari ini, siswa-siswi SDIT Ulul Albab kembali disambut dengan hangat oleh Ustad dan Ustadzah. Hari ke-2 MOS ini kedatangan siswa disambut oleh ustad dan ustadzah dengan ramah. Siswa bersalaman dengan seluruh guru dan disambut dengan 5S (senyum, salam, sapa, santun, sopan). Dan tidak lupa juga para guru mendo'akan siswa semoga menjadi generasi yang berprestasi dan berakhlak mulia, sebagaimana motto  yang digadangkan oleh SDIT Ulul Albab.




Selain itu para siswa diajarkan kemandirian selama mengikuti MOS. Salah satu kegiatan untuk mengasah kemandirian siswa yaitu dengan meletakkan sepatu dengan rapi pada tempat yang telah disediakan. Sehingga para siswa terlatih untuk disiplin dalam perilaku kesehariannya. Hal ini sangat baik dan berdampak positif untuk membentuk karakter disiplin dan kemandirian siswa baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat khususnya di rumah. (red.humas-ua)

Minggu, 09 Juli 2017

Guruku Idolaku, Guruku Teladanku



Syamsuddin Arfah

Enam hari setelah bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki pada 1945, yang menyebabkan Jepang menyerah tanpa syarat pada perang Dunia II (1942-1945), Kaisar Hirohito bertahta (1926-1989) berupaya membangun kembali bangsanya yang sudah porak-poranda itu. Ia memerintahkan menteri Pendidikannya untuk menghitung jumlah guru yang tinggal dan masih hidup. Ada yang menyebutkan bahwa jumlah guru yang masih hidup saat itu sebanyak 45.000 orang. Sejak saat itu, Kaisar Hirohito geriliya mendatangi para guru yang tinggal itu dan memberi perintah juga arahan.

Dr. Ulil Amri Syafrii (salah seorang dosen Pasca Sarjana Universitas Ibnu Khaldun di Bogor, yang juga dosen saya) mengutip dalam tulisannya tentang pendidikan di Jepang, bahwa salah seseorang guru di Jepang pernah berkata, “kami tidak terlalu khawatir anak-anak sekolah dasar kami tidak pandai Matematika. Kami jauh lebih khawatir jika mereka tidak pantai mengatri.” Mengapa demikian? Ada beberapa alasan yang mereka kemukakan:

Pertama, “kita hanya perlu melatih anak 3 bulan saja secara intensif untuk bisa matematika, sementara kita perlu melatih anak hingga 12 tahun atau lebih untuk bisa mengantri dan selalu ingat pelajaran dibalik proses mengantri”.

Kedua, karena tidak semua anak kelak menggunakan ilmu matematika kecuali ilmu TAMBAH, KALI, KURANG dan BAGI. Lagi pula sebagian mereka anak jadi penari, atlit, musisi, pelukis, dsb.

Ketiga, semua murid sekolah pasti lebih membutuhkan pelajaran Etika Moral dan berbagai dengan orang lain saat dewasa kelak.

Ulil Amri melanjutkan dalam tulisannya tersebut bahwa “Apa yang menjadi perhatian dunia pendidikan tingkat dasar di negeri tersebut bisa menjadi hal baru atau aneh bagi dunia pendidikan dasar di negeri lain. Sebut saja di Indonesia, meskipun tidak bisa digeneralisasi, tapi setidaknya apa yang berkembang pada masyarakat dan terjadi dalam pergaulan anak dimasyarakat bisa memperlihatkan andil dunia pendidikan dalam pembentukan karakter anak-anak”.

Salah seorang guru berkebangsaan Australia, memberikan alasan tentang pembentukan karakter dari budaya antri: 1. Anak belajar manajemen waktu jika ingin mengantri paling depan datang lebih awal dan persiapan lebih awal. 2. Anak belajar bersabar menunggu gilirannya tiba terutama jika ia di antrian paling belakang 3. Anak belajar menghormati hak orang lain, yang datang lebih awal dapat giliran lebih awal dan tidak saling serobot merasa diri penting. Dan lain-lain.

Profesor Ahmad Tafsir guru besar di Universitas Ibnu Khaldun yang juga pakar pendidikan Islam, sekaligus dosen saya pernah menyampaikan: “inti (core) pendidikan adalah akhlak mulia’. Lebih lanjut dikatakannya, bahwa pembinaan akal dan keterampilan itu sangat gampang bila anak didik berakhlak mulia. Dan orang yang tidak berakhlak mulia adalah orang yang gagal menjadi manusia. Dengan demikian, lembaga pendidikan yang mengutamakan kepintaran saja tanpa memprioritas pembinaan mental, etika, atau akhlak mulia bisa dikatakan bahwa lembaga itu turut bertanggung jawab membuat anak didiknya gagal menjadi manusia. Akhirnya, sekolah yang tidak memberi perhatian lebih pada aspek etika dan akhlak Mulia, tentu dalam perkembangannya tidak akan mendapat kepercayaan maksimal dari masyarakat, apapun status sekolahnya. Baik itu sekolah negeri ataupun swasta, mahal maupun murah, demikian pula pada lembaga pendidikan berbeasiswa ataupun non beasiswa”.

Komponen pendidikan adalah bagian dari system proses pendiddikan yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan, salah satu komponen serta instrument penting dalam proses pendidikan adalah guru atau pendidik yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi, yang secara professional bertugas merencanakan dan melaksanakan prosses pembelajaran.

Ulil Amri juga mengatakan: “Guru adalah asset dan icon terpenting dalam proses pendidikan, atau jika bisa dikatakan sebagai ‘modal’ termahal dalam kegiatan pendidikan. Bila suatu lembaga pendidikan tidak menempatkan guru demikian, maka lembaga pendidikan tersebut sebenarnya tidak bicara pendidikan yang sesingguhnya. Sebab sehebat apapun konsep pendidikan yang dimiliki suatu lembaga, bila tidak didukung Guru yang sesuai, maka konsep hebat tidak ada artinya dalam proses pendidikan yang berjalan.”

Tingginya kedudukan guru dalam Islam, menurut Ahmad Tafsir, tak bisa dilepaskan dari pandangan bahwa semua ilmu pengetahuan ilmu pengetahuan bersumber pada Allah, sebagaimana disebutkan dalam surah al-Baqarah ayat :32

“Mereka menjawab: “Maha suci engkau, tidak ada pengetahuan bagi kami selain dari apa yang telah engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya engkau Maha Mengetahui (lagi) Maha bijaksana”.

Karena ilmu berasal dari Allah, maka guru pertama adalah Allah. Pandangan demikian melahirkan sikap pada orang Islam bahwa ilmu itu tidak terpisah dari Allah. Ilmu tidak terpisah dari guru. Dengan demikian, kedudukan guru dalam Islam sangat tinggi.

 Alasan lain mengapa guru mendapat kedudukan mulia dalam Islam adalah terkait kewajiban menuntut ilmu bagi setiap muslim. Proses menuntut ilmu berlangsung dibawah bimbingan guru. Tanpa guru, sulit rasanya peserta didik bisa memperoleh ilmu secara baik dan benar. Itulah sebabnya, kedudukan guru sangat istimewa dalam Islam. Bahkan dalam tradisi tasawwuf/tarekat, dikenal ungkapan, “siapa yang belajar tanpa guru, maka gurunya adalah setan”. Walaupun ungkapan ini sangat bisa dibantah.

Guru merupakan pewaris tradisi kerja kenabian karena guru itu harus mengajar, mendidik, membina dan memberi tauladan. Pada diri gurulah sebagian ilmu dan pengetahuan itu tersimpan. Maka dalam filsafat Islam disebutkan, bahwa meninggalnya seorang  berilmu mendalam berarti hilangnya sevudang ilmu yang sulit tergantikan.

Abd al-Rahman al-Nahlawi dalam kajian studi klasik menyebutkan beberapa sifat yang harus dimiliki oleh guru, diantaranya yaitu: 1. Bersifar rabbani, yaitu semua aktifitas gerak, langkah, ucapan harus sejalan dengan nilai ilahiyah. 2. Ikhlas (agar transformasi ilmu bisa sampai ke hati). 3. Kekuatan ruhiyah (spiritual) yang dibangun dari seorang guru kepada Allah (disini merupakan inti dari keteladanan) 4. Dan lain-lain.

Dalam tradisi pendidikan Islam di Indonesia menurut Ahmad Tafsir tidak  membangun hubungan antara peserta didik dan guru dalam untung dan rugi, tapi disana ada hubungan keagamaan yang disebutnya nilai kelangitan, yang tentunya amat berbeda dengan yang berlaku di dunia barat, Di Barat, hubungan tidak ada nilai kelangitannya, hanya seperti hubungan antara orang yang lebih banyak pengetahuan dengan anak didik yang membutuhkan dan sedikit ilmu pengetahuannya. Hubungannya juga seperti pemberi dan penerima, bahkan terkadang sampai pada tingkat pemberi jasa dan pembayar jasa. Maka hitunggan dan akad ekonominya sangat menonjol. Hal ini tentunya sangat kering dari nilai kelangitan. Maka, cara pandang dalam membangun hubungan sebuah proses pendidikan terhadap guru dan posisi guru itu sendiri sangat berpengaruh dalam proses implementasi pendidikan, yang tentunya juga mempengaruhi hasil didikannya.

“Guru kencing berdiri murid kencing berlari.” Pepatah dan pribahasa ini menuntut adanya keteladanan dari orang yang dihormati: guru, dosen,professor, dan lain-lain. Mundurnya karakter kita karena orang-orang yang diteladani tidak bisa dijadikan contoh dan teladan lagi.”

Dengan ilustrasi yang sama, seorang guru kencing sembarang sambil berdiri dan terlihat oleh 5 orang muridnya. 5 orang murid tersebut akhirnya kencing sambil berlari dan kemudian terlihat oleh anak-anak yang bukan murid. Efek ganda akan bergulir ibarat bola salju membentuk lingkungan yang kencing berdiri.

 Dosa kencing berdiri mungkin kecil tetapi kalau dilakukan oleh seorang guru akan menjadi dosa besar. Guru tersebut akan menanggung dosa-dosa murid atau orang-orang yang kencing berlari.

Oleh karenanya Ulil Amri, berpendapat: “Saat semakin baik cara pandang lembaga dan stake-holder lembaga pendidikan terhadap guru, kualitas guru, dan eksitensinya, maka hal itu merupakan upaya meningkatkan mutu pendidikan dan prosesnya. Demikian pula sebaliknya bila rendah dan buruk cara pandang kepada guru, tentunya berimbas pada rendahnya kualitas proses pendidikan”.

Maka,terkait dengan budaya antri yang lebih diutamakan dari pada pelajaran matematika pada kasus guru di jepang tersebut,tentunya sudah bisa dipahami bahwa pembangunan karakter pada anak didik sangat membutuhkan pendekatan pembiasaan dan keteladanan langsung secara terus menerus. Siapa pun dia, guru atau orang tua, keduanya dapar banyak memberi pengaruh positif kepada anak didik.

Mengharapkan anak didik memiliki karakter, adab, maupun akhlak mulia tanpa membicarakan siapa dan bagaimana gurunya, maka sampai kapanpun harapan itu hanyalah mimpi. Konsep tentu penting, tapi membahas implementasi konsep jauh lebih penting. Dalam proses pendidikan, sebaik dan sehebat apapun konsepnya jika tidak serius membicarakan guru-guru yang menjadi bagian penting dalam proses tersebut, maka upaya itu masih sebatas gagasan. Sedangkan kompetensi lulusan ataupun hasil pendidikan sangat berkaitan dengan praktek dilapangannya. Oleh Karena itu, penanaman nilai pada anak didik menjaci sejalan dengan slogan ‘guruku teladanku’.

Agama, Pendidikan dan Problematika Penerimaan Siswa Baru



by.Syamsuddin Arfah

Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan dia berkata: “Hai manusia, kami telah diberi pengertian tentang burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu karunia yang nyata”. (An-Naml :16)

Ayat diatas menceritakan tentang Nabi Sulaiman yang memiliki kerajaan dan kekuasaan yang luas disertakan bala tentara dari manusia, jin dan burung-burung. Sebelumnya Allah menawarkan kepada Sulaiman tiga tawaran: pertama, kerajaan dan kekuasaan kedua, harta dan kekayaan dan ketiga, ilmu. Dari tiga tawaran yang Allah berikan, Nabi Sulaiman memilih ilmu dan tentunya ilmu selain pilihan yang tepat juga beralasan, karena apalah artinya kerajaan dan kekuasaan jika tidak berilmu maka orang lain yang akan mengatur dan mengintervensi kerajaan dan kekuasaannya, begitu juga dengan harta dan kekayaan jika tanpa ilmu akan dibodohi dan ditipu orang, tetapi dengan ilmu kerajaan bisa diperoleh serta harta dan kekayaan bisa dicapai.

Berbicara tentang ilmu dan pendidikan sesungguhnya berbicara tentang peradaban, karena ciri peradaban maju adalah memiliki pendidikan dan tekhnologi yang tinggi, jika pendidikan itu tinggi menunjukan masyarakatnya sejahtera, karena tingginya tingkat pendidikan adalah indikasi dari tingginya tingkat kesejahteraan.
Islam pernah mencapai peradaban yang cukup tinggi dalam bidang sains dan tekhnologi, jika kita kembali menengok kepada masa lalu disaat dinasti kerajaan-kerajaan Islam masih menguasai kawasan Eropa, Asia Tengah, dan Afrika, di mana saat itu kaum muslim justru menjadi role model penemuan sejumlah teknologi maupun pemikiran yang kemudian menjadi dasar-dasar pengembangan teknologi selanjutnya. Para ilmuwan muslim jutru menjadi pelopor, bukan hanya menjadi pemakai pasif. Kejayaan para ilmuwan muslim itu terjadi ketika Eropa sedang dilanda dengan apa yang dinamakan ‘abad kegelapan’ (dark ages), yaitu dimulai sejak jatuhnya kekaisaran Romawi terakhir, Romulus Augustus, yang diberhentikan Odoacer pada 4 September 476M. Di masa dark ages itu Eropa sebenarnya memiliki sejumlah ilmuwan, cendekiawan, sastrawan, dan sosok-sosok yang berkompetensi dalam bidangnya. Hanya saja, dominasi serta campurtangan otoritas keagamaan membuat mereka terkungkung sehingga kalah maju dengan para pakar muslim yang mendapatkan kesempatan penuh dari para khalifah yang berkuasa. Kita tidak perlu larut dan hanyut  dengan bernostalgia dari memori masa lalu, lebih baik bangkit,  menata dan memperbaiki kembali pendidikan kita.

Saya ingin masuk pada kondisi  kekinian, saat ini pemerintah Kota Tarakan bersama Dinas Pendidikan dan  sekolah-sekolah sedang disibukkan dengan penerimaan siswa baru, penerimaan siswa baru adalah bagaikan “musim” yang datang setiap tahun, sejak diterapkan PPDB (Paparan Penerimaan Siswa Baru) dengan system online 1-2 tahun yang lalu dengan cara transparan tentunya dapat dipantau disemua lapisan masyarakat. Dengan system online tentu lebih feer. Pejabat-pejabat daerah baik pejabat karir maupun pejabat politik ( Walikota dan Wakilnya serta DPRD) menjadi “tidak” kebanjiran order “titipan” yang datangnya dari masyarakat dan orang tua siswa agar memasukan anaknya kesekolah-sekolah negeri, ada juga yang ingin dimasukan disekolah pavorit.

Masyarakat atau orang tua siswa memahami bahwa system online meminimalkan celah untuk bisa memasukan siswa lewat jalur belakang, tetapi bukan berarti tidak-ada yang tidak datang lagi, ada orang tua siswa yang tetap berharap peran serta para pejabat politis ini untuk bisa menggiring agar anak atau siswa bisa masuk disekolah negeri. Yang menjadi ironi adalah, kerika beberapa diantara mereka yang datang secara ekonomi tidak beruntung, kerja terkadang serabutan, tetapi tidak memiliki kartu Gakin (keluarga miskin), nilai kelulusan anaknya juga rendah, tetapi keinginan untuk mengincar sekolah negeri, dengan alasan jika sekolah swasta pembayaran tidak gratis, dan uang muka untuk tingkat level ekonomi mereka teramasuk kategori “mahal”.

Para pejabat politik termasuk DPRD terkadang berperan seperti “kartu joker” atau “kunci inggris” semua harus bisa diselesaikan demi kepentingan konstituen. Ironis emank banyak anak-anak pinggiran tinggal di daerah padat, orang tua berpenghasilan pas-pasan kalah bersaing untuk masuk sekolah negeri dengan orang tua mereka yang lebih mapan penghasilannya, alasannya klasik mereka terlalu difocuskan dengan mencari uang, sehingga tidak ada waktu untuk memperhatikan pendidikan anak, disamping itu juga mereka tidak ada dana untuk mengikutkan les atau privat tambahan.

Timbul pertanyaan apakah ada dikotomi terhadap pendidikan, bukankah semua anak negeri wajib untuk mengenyam pendidikan, mereka adalah aset bangsa, mereka adalah calon pemimpin akan datang, mereka hari ini adalah peradaban kita masa depan. Bukankah Negara wajib membiayai mereka?

Pendidikan merupakan pembangunan manusia seutuhnya secara harmonis dan seimbang. Karena itu pendidikan nasional merupakan infrastruktur pengembangan SDM untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1954. Menurut pasal 31 ayat 1 dinyatakan bahwa setiap warga Negara berhak memperoleh pendidikan. Kemudian pasal 31, ayat 2 menyatakan bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainnya.

Pada hari rabu, tanggal 05 Juli 2017 bertempat di kantor DPRD, diadakan public hearing antara DPRD Komisi II yang membidangi pendidikan, Pemerintah Kota bersama Dinas Pendidikan dan sebagian perwakilan orang tua siswa. Ada beberapa hal yang menjadi catatan dan analisa saya terkait dinamika problematika pendidikan serta penerimaan siswa baru, walaupun tidak secara detail, tetapi beberapa hal yang bersifat global akan saya tuangkan melalui tulisan ini:

1.       Lemahnya culture pendidikan, mindset pendidikan disebagian besar masyarakat masih kurang, cara pandang bahwa pendidikan itu penting belum masuk dalam benak dan pikiran masyarakat, ini berdampak terhadap orang tua siswa yang sekedar hanya menyekolahkan anaknya saja, tanpa ada kontrol, serta evaluasi dari orang tua ketika siswa sudah berada dirumah.

2.       Laju pertumbuhan penduduk setiap tahunnya dikisaran 2-3%  dari jumlah total penduduk Kota Tarakan saat ini 250.000 jiwa. Dan imigrasi dari daerah lain yang berdatangan ke Kota Tarakan, ditambah untuk wilayah Kalimantan utara, Tarakan menjadi destinasi pendidikan. Mari kita analisa data lulusan SD 2016/2017 = 4.071, Kuota SMP/MTS Negeri = 3.356 dan Kuota SMP/MTS Swasta = 1.164 jumlah Kuota keseluruhan ketika digabung negeri dan swasta = 4.520. Berdasarkan pada data ini jika keinginan orang tua untuk memasukan anaknya kesekolah negeri tentu kuota itu sangat tidak cukup, laju pertumbuhan penduduk tidak berbanding lurus dengan sekolah-sekolah tingkat lanjutan yang bisa menampung para siswa yang berkeinginan untuk bersekolah di sekolah negeri (sekolah negeri minded). Jika plan pembangunan sekolah tidak berjalan dengan baik bisa dipastikan problema penerimaan siswa baru akan berlanjut disetiap tahunnya.

3.       Moratorium penerimaan Guru Negeri belum dicabut semenjak 2 tahun yang lalu, ini menyebabkan terjadi kekurangan guru, belum lagi para guru setiap tahunnya dipastikan ada yang pensiun, ada yang meninggal, bahkkan ada yang cacat dan sakit. Menambah lokal baru menjadi problem sendiri, walau dibeberapa sekolah masih ada yang tersedia ruang belajar yang kosong, darimana penambahan guru-gurunya yang mengajar?, merekrut guru-guru honorer juga menjadi kesulitan tersendiri, mengapa? Karena APBD juga dalam kondisi yang minim untuk operasional pendidikan,  mengandalkan dana BOS (biaya operasional sekolah) tentu ada aturannya, dimana penggunaan dana BOS dari APBN tidak  lebih dari 15% untuk operasional.

4.       Pendataan keluarga miskin untuk mendapatkan kartu Gakin masih belum valid, subyektivitas RT dalam mendata serta memberi dengan kriteria yang ada sebagai keluarga yang layak untuk mendapatkan kartu Gakin masih perlu uji kelayakan dimasyarakat. Masih ditemukan yang tidak layak kategori miskin tetapi mendapat kartu Gakin, sedang ada yang termasuk kategori miskin tetapi tidak terdata, walaupun Kuota masyarakat miskin untuk setiap sekolah diberikan sebesar 25%.

5.       Dan lain-lain.

Berdasarkan pada analisa tadi, beberapa hal urgent untuk menjadi perhatian oleh pemerintah, pemerhati pendidikan, stakeholder pendidikan, akademisi, dan seterusnya, sebagai berikut:

1.       Membangun culture pendidikan, menjadikan paradigma masyarakat terhadap pendidikan itu penting, memprioritaskan pendidikan dalam pembangunan masyarakat. Kita semua paham untuk membangun budaya pendidikan tentunya memakan waktu yang tidak sebentar, promosi serta pemahaman “arti penting pendidikan” yang terus menerus. Dan jika budaya pendidikan mengakar dipastikan kemajuan daerah kedepannya akan berkembang pesat. Perhatian pemerintah untuk membangun budaya pendidikan harus linear dan bersinergi dengan membangun ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, memerangi dan mengentaskan kemiskinan, serta meminimalkan pengangguran dan juga membuka lapangan pekerjaan.

2.       Plan (perencanaan) pembangunan sekolah yang berbasis kecamatan harus segera dijalankan, agar laju pertumbuhan penduduk berbanding lurus dengan pembangunan sekolah.

3.       Merekrut tenaga pendidikan yang handal agar kompetensi tenaga pendidikan bisa diandalkan , baik guru dan lain sebagainya, dan juga agar rasio siswa dan guru serta ruang belajar menjadi seimbang.

4.       Pendataan keluarga miskin dilakukan secara kriteria yang valid dan obyektif, serta memastikan agar tidak ada orang miskin yang tidak menerima kartu Gakin.

 Lalu dimana peran swasta dalam mencerdaskan anak bangsa? Yayasan pendidikan swasta diminta berpartisipasi dalam mencerdaskan anak bangsa tetapi yang harus dipikirkan oleh pelaku pendidikan (termasuk yayasan dan pengelolah sekolah swasta) adalah kualitas dan mutu pendidikan, tidak ada kata lain kecuali mutu out put harus tercapai. Bila mutu out put tercapai berdampak terhadap tingkat kepercayaan masyarakat. Beberapa waktu yang lalu juga dikembangkan “Total Quality Manajemen In Educatioan” (manajemen mutu terpadu dalam pendidikan). Ibarat menu masakan memberikan tawaran dan alternative lain kepada pelanggan (masyarakat), selain dari sekolah negeri ada sekolah swasta yang tidak kalah kualitasnya, mutunya serta alternatif konsep model pendidikan berbeda yang ditawarkan dengan spesifikasi serta keunggulan yang berbeda, seharusnya inilah idealnya.

Berdasarkan data yang saya terima untuk lulusan SD dengan nilai tertinggi dan terbaik untuk peringkat 1 dan 2 dipegang oleh swasta (Sekolah SD Indo Tionghoa dan SDIT Ulul Albab). Untuk tingkat SMP dengan nilai tertinggi dan terbaik juga masih di pegang oleh swasta, yaitu : Indo Tionghoa, Tunas Kasih, SMP Neg.1 dan SMPIT Ulul Albab. Ini berarti kualitas sekolah swasta dan sekolah negeri menjadi berimbang, bahkan disekolah swasta saat ini menjadi destinasi orangtua untuk memasukan anaknya ke sekolah tersebut, bahkan informasi yang didapatkan sekolah-sekolah swasta tersebut menolak siswa karena melebihi dari kuota kelas yang tersedia. Harapan kita agar sekolah swasta yang lain mengembangkan diri untuk meningkatkan kualitas sekolahnya.

Memang jika mambahas pendidikan, panjang dan luas tentu di forum “opini dan artikel” ini tidak cukup tuntas untuk membahas secara detail dan rinci, tetapi menurut hemat saya ada beberapa hal yang perlu kita benahi, komitmen politik Pemerintah dan DPRD belum cukup kuat padahal ini menjadi penentu terhadap kebijakan regulasi dan kebijakan buggeting, birokrasi dan manajerial yang tidak efektif contoh: penentuan beasiswa miskin terkadang penyalurannya tidak tepat sasaran, bahkan indicator keluarga dan siswa miskin terlalu banyak sehingga bingung dalam penerapan dilapangan serta indicator mana yang harus dipakai, sosial-kultur juga menjadi persoalan sendiri, dimana masih kurang kesadaran dari masyarakat terhadap arti penting pendidikan sehingga mempengaruhi terhadap perhatiannya terhadap pendidikan (sibuk pada penerimaan siswa baru, inginnya masuk sekolah negeri yang bermutu tetapi tidak mau mengikuti pada proses pendidikan anak), terakhir factor ekonomi, jika ekonomi masyarakat baik, pendapatan masyarakat meningkat tentu beberapa persoalan diatas bisa diminimalkan.

Allahu a’lamu bis-shawab